Tugas
MENJADI GURU
PROFESIONAL YANG MENYENANGKAN
Disusun untuk
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Profesi
Keguruan
Dosen Pengampu
Mata Kuliah : Dr, Tutut Sholihah, M.Pd.
Disusun Oleh:
Hartini 1301130302
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN) PALANGKA RAYA
JURUSAN PENDIDIKAN
MIPA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN PRODI TADRIS FISIKA TAHUN 2016 /
2017
]BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kesan
yang selama ini terjadi bahwa siswa sering menjadi objek yang dipersalahkan
ketika tidak mampu menyerap pelajaran. Sehingga berbagai predikat pun selalu
diberikan kepada siswa misalnya pemalas, tidak memperhatikan pejelasan guru,
nakal, bodoh, dan lain-lain. Padahal boleh jadi penyebab ketidakmampuan siswa
dalam menyerap pelajaran yang diberikan bermula dari proses pembelajaran yang
tidak menarik dan membosankan. Sebagai akibatnya siswa menjadi malas dan tidak
tertarik terhadap materi yang disampaikan.
Sebuah
pernyataan yang patut menjadi renungan bagi para guru adalah apa yang diungkapkan
oleh Andi Wira Gunawan dalam buku “Genius Learning Strategy”, bahwa sesungguhnya
tidak ada mata pelajaran yang membosankan, yang ada adalah guru yang membosankan,
suasana belajar yang membosankan. Hal ini terjadi karena proses belajar berlangsung
secara monoton dan merupakan proses perulangan dari itu ke itu juga tiada variasi.
Proses belajar hanya merupakan proses penyampaian informasi satu arah, siswa terkesan
pasif menerima materi pelajaran. Beranjak dari hal tersebut, sudah saatnya guru
untuk merubah paradigma mengajar yang masih bersifat teacher-centred menjadi
stundent-centred yang menyenangkan.
Apa
lagi hal tersebut memang sudah diamanatkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003
tentang sisdiknas dan Peraturan Pemerintah No.19 tentang standar pendidikan
nasional. Undang-undang No. 20 pasal 40 ayat 2 berbunyi “guru dan tenaga
kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis”. Sementara Peraturan Pemerintah
No.19 pasal 19 ayat 1 berbunyi “proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik,
serta psikologi siswa”. Sebenarnya sudah banyak literatur yang membahas tentang
pembelajaran menyenangkan yang diistilahkan dengan kata PAKEM atau PAIKEM yang
dapat digunakan oleh para guru.
Demikian
pula beberapa pendekatan untuk mendukung PAKEM seperti quantum teaching,
kontekstual teaching, dan active learning. Namun masih sedikit
para guru yang tertarik untuk menggunakannya. Hal ini mungkin disebabkan
keterbatasan waktu bagi guru untuk membaca literatur tersebut karena umumnya
tebal dan lebih bersifat teoritis.
Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan dapat menjadi
solusi yang dapat digunakan para guru untuk menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan.
B.
Rumusan Masalah
Dari penulisan makalah ini dapat di tari rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Apakah
pengertian dari profesionalisme guru?
2.
Bagaimanakah
menjadi guru profesional yang menyenangkan?
3.
Bagaimanakah
urgensi guru professional dengan pembelajaran yang menyenangkan?
4.
Bagaimanakah
caranya menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dapat :
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari profesionalisme guru.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana menjadi guru profesional yang menyenangkan.
3.
Untuk
mengetahui urgensi guru professional dengan pembelajaran yang menyenangkan.
4.
Untuk
mengetahui cara menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Profesionalisme Guru
Profesionalisme berasal dari kata profesi
yang artinya suatu ketangkasan seseorang terhadap bidang pekerjaan yang
digelutinya. Untuk kepentingan sekolah, memiliki guru yang profesional dan
efektif merupakan kunci keberhasilan bagi proses belajar – mengajar di sekolah
itu. Bahkan, John Goodlad, seorang tokoh
pendidikan Amerika Serikat, pernah melakukan penelitian yang hasilnya
menunjukkan bahwa peran amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses
pembelajar. Penelitian itu kemudian di publikasikan dengan judul Behind The
Classroom Doors, yang didalamnya dijelaskan bahwa ketika guru telah
memasuki ruang kelas dan menutup pintu kelas, maka kualitas pembelajaran akan
lebih banyak ditentukan oleh guru.[1]
Hal tersebut sangat masuk akal,
karena ketika proses pembelajaran berlangsung, guru dapat melakukan apa saja
dikelas. Ia dapat tampil sebagai sosok yang menarik sehingga mampu menebarkan
motivasi berperestasi. Didalam kelas,
seorang guru juga tampil sebagai sosok yang mampu membuat siswa berpikir
berbeda (divergent) dengan memberikan berbagai pertanyaan yang
jawabannya tidak sekedar terkait dengan faktanya. Seorang guru dikelas dapat
merumuskan pertanyaan kepada siswa yang memerlukan jawaban kreatif, imajinatif-
hipotesis, dan sintesis ( thoung provoking questions).[2]
Lantas, seperti apa suatu pekerjaan
dapat di sebut profesional?
C.O.
Houle (1980), membuat ciri – ciri suatu pekerjaan yang disebut profesional itu
sebagai berikut:[3]
1. Harus
memiliki landasan pengetahuan yang kuat;
2. Harus
berdasarkan atas kompetensi individual (bukan atas dasar KKN);
3. Memiliki
sistem seleksi dan sertifikasi;
4. Ada
kerja sama dan kompetensi yang sehat antar sejawat;
5. Adanya
kesadran prefesional yang tinggi;
6. Memiliki
prinsip – prinsip etik ( kode etik);
7. Memiliki
sistem sanksi profesi;
8. Adanya
melitansi individual;
9. Memiliki
organisasi profesi.
B. Guru
Efektif
Dalam manajemen sumber daya manusia,
menjadi profesional adalah tuntunan jabatan, pekerjaan, ataupun profesi. Hal
ini penting yang menjadi aspek bagi sebuah profesi, yaitu sikap profesional dan
kualitas kerja. Menjadi profesional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya.
Seorang ahli, tentunya berkualitas dalam
melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi tidak semua ahli dapat berkualitas bukan
hanya persoalan ahli, tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan
kepribadian. Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, menjadi
profesional adalah satu kesatuan antara konsep integritas dan kepribadian yang
dipadupadankan dengan keahliannya.[4]
Menjadi guru profesional adalah
keniscayaan. Pembelajaran efektif adalah apabila terciptanya suasana yang
menimbulkan konsentrasi belajar siswa. Menurut hasil penelitian, konsentrasi
yang tinggi meningkatkan hasil belajar. Profesi guru juga sangat dekat dengan
integrasi dan kepribadian, bahkan identik dengan citra kemanusiaan. Ibarat
sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuan yang sedang bereksperimen
terhadap nasib anak manusia dan juga suatu bangsa. Jika seorang guru tidak
memiliki integrasi keilmuan dan personalitas yang mumpuni, maka bangsa ini
tidak akan memiliki masa depan yang baik. Semua orang mungkin bisa menjadi
guru. Tetapi, menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidik perlu
pendidikan, pelatihan, dan jam terbang yang memadai. Dalam konteks tersebut,
menjadi guru profesional setidaknya memiliki standar minimal yaitu:
1. Memiliki
kemauan intelektual yang baik;
2. Memiliki
kemampuan memahami visi dan misi pendidikan nasional;
3. Memiliki
keahlian mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa secara efektif;
4. Memahami
konsep perkembangan psikologi anak;
5. Memiliki
kemampuan mengorganisasi proses belajar;
6. Memiliki
kreativitas dan seni mendidik.
Profesi
guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh
maupun mengajar. Ibaratnya seperti
sebuah lukisan yang akan dipelajari oleh anak didiknya. Baik buruk hasil
lukisan tersebut tergantung pada contoh yang di berikan sang guru sebagai sosok
yang digugu dan ditiru. Melihat peran tersebut, sudah menjadi
kemutlakan bahwa guru memiliki integritas dan kepribadian yang baik dan benar.
Hal ini sangat mendasar karena tugas guru bukan hanya mengajar tetapi juga
menanamkan nilai – nilai dasar pengembangan karakter siswa.
Sebagai salah satu elemen tenaga
kependidikan, seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara
propesional, dengan selalu berpegang teguh pada etika kerja, merdeka (bebas
dari tekanan pihak lain), produktif, efektif, efisiensi, dan inovatif, serta
siap melakukan pelayanan prima berdasarkan pada kaidah ilmu atau teori yang
sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat dan kode etik yang
regulatif.
Selain itu, guru profesional
dituntut untuk memiliki tiga kemampuan, pertama, kemampuan kongnitif,
berarti guru harus menguasai materi, metode, media dan mampu merencanakan dan
mengembangkan kegiatan pembelajarannya. Kedua kemampuan afektif,
berarti guru memiliki akhlak yang luhur, terjaga, perilakunya sehingga ia akan
mampu menjadi model yang bisa diteladani oleh siswanya. Ketiga kemampuan
psikomotorik, berarti guru dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan
dalam mengimplementasikan ilmu yang dimiliki dalam kehidupan sehari – hari.
Selain memiliki tiga
kemampuan tersebut, guru profesional juga perlu melakukan pembelajaran di kelas
secara efektif. Ciri – ciri guru efektif menutut Gary A. Davis dan Margaret A.
Thomas ( 1989), telah mengelompokkan kedalam empat kelompok besar yaitu :
1) Memiliki
kemampuan yang terkaitan dengan iklim belajar di kelas, yang dapat dirinci lagi
menjadi:
a.
Memiliki keterampilan antarpersonal,
khususnya kemampuan menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan
ketulusan;
b.
Memiliki hubungan baik
dengan siswa;
c.
Mampu menerima, dan
memperhatikan siswa secara tulus;
d.
Menunjukkan minat dan
antusiasme yang tinggi dalam mengajar;
e.
Mampu menciptakan atmosfer
untuk tubunya kerja sama dan kekohesifan pembelajaran;
f.
Mampu melibatkan siswa
dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran;
g.
Mampu mendengarkan siswa
dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi;
h.
Mampu meminimalkan friksi
– friksi (perselisihan) dikelas jika
ada.
2)
Kemampuan yang terkait
dengan strategis manajemen pembelajaran yang meliputi:
a.
Memiliki kemampuan untuk
menghadapi dan menangani siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela,
mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar
dalam proses pembelajaran;
b.
Mampu bertanya atau
memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk semua
siswa.
3)
Memiliki kemampuan yang
terkait dengan pemerian umpan balik (feedback) dan penguatan ( reinsforcement),
yang meliputi :
a. Mampu
memberiakn umpan balik yang positif terhadap respons siswa;
b. Mampu
memberikan respons yang bersifat membantu terhadap siswa yang lamban belajar;
c. Mampu
memberikan tindak lanjut terhadap jawaban siswa yang kurang memuaskan;
d. Mampu
memberikan bantuan profesional kepada siswa jika diperlukan.
4) Memiliki
kemampuan yang terkait peningkatan diri, meliputi:
a. Mampu
menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif;
b. Mampu
memperluas dan menambah pengetahuan mengenai metode – metode pengajaran;
c. Mampu
memanfaatkan perencanaan guru secara kelompok untuk menciptakan dan
mengembangkan metode pengajaran yang relevan (bersangkutan/berkaitan).
C. Pembelajaran
yang Menyenangkan
Istilah
pembelajaran mengacu pada dua aktivitas yaitu mengajar dan belajar. Aktivitas mengajar
berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh guru dan aktivitas belajar berkaitan dengan
siswa. Hal ini seperti yang diungkap oleh Munib Chatib bahwa pembelajaran
adalah proses transfer ilmu dua arah, antara guru sebagai pemberi informasi dan
siswa sebagai penerima informasi. Sementara Achjar Chalil mendefiniskan
pembelajaran sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.
Sedangkan
menurut Arief.S Sadiman pembelajaran adalah proses penyampaian pesan dari sumber
pesan ke penerima pesan melalui saluran atau media tertentu.[5]
Dari
ketiga definisi tersebut dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran memuat tiga unsur
penting yaitu :
1. Proses yang direncanakan guru,
2. Sumber belajar,
3. dan siswa yang belajar.
Dalam
konteks pembelajaran menyenangkan, siswa lebih diarahkan untuk memiliki motivasi
tinggi dalam belajar dengan menciptakan situasi yang menyenangkan dan menggembirakan.
Menurut Mulyasa, pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction)
merupakan suatu proses pembelajaran yang didalamnya terdapat suatu kohesi
(ruang terima) yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa
atau tertekan. Pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubungan baik
antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Guru memosisikan diri
sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam hal tertentu tidak menutup
kemungkinan guru belajar dari siswanya. Dalam hal ini perlu diciptakan suasana
yang demokratis dan tidak ada beban, baik guru maupun siswa dalam melakukan
proses pembelajaran.[6]
Pembelajaran
dikatakan menyenangkan apabila di dalamnya terdapat suasana yang rileks, bebas
dari tekanan, aman, menarik, bangkitnya minat belajar, adanya keterlibatan penuh,
perhatian peserta didik tercurah, lingkungan belajar yang menarik, bersemangat,
perasaan gembira, dan dapat berkonsentrasi tinggi. Sementara sebaliknya
pembelajaran menjadi tidak menyenangkan apabila suasana tertekan, perasaan
terancam, perasaan menakutkan, merasa tidak berdaya, tidak bersemangat,
malas/tidak berminat, jenuh/bosan, suasana pembelajaran monoton, pembelajaran
tidak menarik siswa.[7]
D. Urgensi Pembelajaran yang Menyenangkan
Dalam
keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang
paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan
banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara
efektif. Pembelajaran efektif adalah apabila terciptanya suasana yang
menimbulkan konsentrasi belajar siswa. Menurut hasil penelitian, konsentrasi
yang tinggi meningkatkan hasil belajar. Dalam penelitian mengenai otak dan
pembelajaran megungkapkan fakta yang mengejutkan, yaitu apabila sesuatu
dipelajari sungguh-sungguh (dimana perhatian yang tinggi dari seorang tercurah)
maka struktur system syaraf kimiawi seseorang berubah. Di dalam diri seseorang tercipta
hal-hal baru seperti jaringan syaraf baru, jalur elektris baru, asosiasi baru,
dan koneksi baru.
Tentu
saja konsentrasi yang tinggi tidak akan terwujud jika kondisi kelas tidak nyaman.
Oleh karena itu pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu
melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar
yang demokratis memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan
tindakan belajar dan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional
dan mental dalam proses belajar, sehingga akan dapat memunculkan
kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. [8]
Demikian
pula sebaliknya, prakarsa anak untuk belajar akan mati bila kepadanya dihadapkan
pada berbagai macam aturan yang tak ada kaitannya dengan belajar. Banyaknya aturan
yang sering kali dibuat oleh pengajar dan harus ditaati oleh anak - akan
menyebabkan anak selalu diliputi rasa takut. Lebih jauh lagi, anak akan
kehilangan kebebasan berbuat dan melakukan control diri. Apa yang terjadi bila
anak selalu dikuasai oleh rasa takut. Anak akan mengembangkan pertahanan diri (defence
mechanism), sehingga yang dipelajari bukanlah pesan-pesan pembelajaran,
melainkan cara-cara untuk mempertahankan diri mengatasi rasa takut. Anak-anak
demikian tidak akan mengalami growth in learning, dan akan selalu menyembunyikan
ketidakmampuannya. [9]
Selama
ini sebagian guru atau sekolah masih terperangkap dalam tradisi yang mengukung
kreatifitas siswa. Seperti kebiasaan yang selalu dilakukan oleh suatu sekolah ketika
guru masuk kelas, dimana ketua kelas memberikan aba-aba dengan kata-kata DUDUK
YANG RAPIH, TANGAN DI MEJA, MULUT DIKUNCI. Memang sepintas kebiasaan tersebut
terlihat baik karena suasana kelas menjadi hening dan tidak gaduh, tetapi
suasana tersebut mempengaruhi keleluasaan siswa dalam berekspresi dan
mengemukakan pendapat. Siswa menjadi takut dan lebih banyak menerima dari guru
ketimbang aktif mencari. Para guru merasa sukses mengajar jika para siswanya
memperhatikan dengan seksama penjelasan sang guru, serius, dan tidak ngobrol.
E. Menciptakan
Pembelajaran yang Menyenangkan
Dalam rangka menciptakan pembelajaran
yang menyenangkan, beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru antara lain :
1. Menyapa
siswa dengan ramah dan bersemangat
Menciptakan awal yang berkesan adalah
penting karena akan mempengaruhi proses selanjutnya. Jika awalnya baik,
menarik, dan memikat, maka proses pembelajaran akan lebih hidup dan
menggairahkan. Oleh karena itu selalu awali kegiatan pembelajaran dengan memberikan
sapaan hangat kepada siswa, misalnya “anak-anak senang bertemu kalian hari
ini, kalian adalah anak-anak bapak atau/ibu yang hebat”. Karena sapaan
hangat dan raut wajah cerah memantulkan energy positif yang dapat mempegaruhi
semangat para siswa. Kita dapat bayangkan jika seorang guru ketika memulai
pembelajaran dengan raut muka ruwet, tidak senyum, penampilan kusut, tentu saja
suasana kelas menjadi menegangkan dan menakutkan.
2. Menciptakan
suasana rileks
Ciptakanlah lingkungan yang rileks,
yaitu dengan menciptakan lingkungan yang nyaman. Oleh karena itu aturlah posisi
tempat duduk secara berkala sesuai keinginan siswa. Bisa memakai format U,
lingkaran, Cevron, dan lain-lain. Selain itu, ciptakanlah suasana kelas dimana
siswa tidak takut melakukan kesalahan. Untuk menanamkan keberanian kepada siswa
dalam mengemukakan pendapat atau menjawab pertanyaan, katakan kepada siswa jika
jawabannya salah katakan “KAN LAGI BELAJAR”. Karena sedang
belajar, maka kesalahan adalah suatu yang lumrah dan tidak berdosa.
3. Memotivasi
siswa
Motivasi adalah sebuah konsep utama
dalam banyak teori pembelajaran. Motivasi ini sangatlah dikaitkan dengan
dorongan, perhatian, kecemasan, dan umpan balik/penguatan. Adanya dorongan
dalam diri individu untuk belajar bukan hanya tumbuh dari dirinya secara
langsung, tetapi bisa saja karena rangsangan dari luar, misalnya berupa stimulus
model pembelajaran yang menarik memungkinkan respon yang baik dari diri peserta
didik yang akan belajar. Respon yang baik tersebut, akan berubah menjadi sebuah
motivasi yang tumbuh dalam dirinya, sehingga ia merasa terdorong untuk
mengikuti proses pembelajaran dengan penuh perhatian dan antusias. Apabila
dalam diri peserta didik telah tumbuh respon, hingga termotivasi untuk belajar,
maka tujuan belajar akan lebih mudah dicapai. Peserta didik yang antusias dalam
proses pembelajaran memiliki kecenderungan berhasil lebih besar dibanding
mereka yang mengikuti proses dengan terpaksa atau asal-asalan. Kebanyakan
pendidik mengajar hanya untuk mengejar target tanpa memperdulikan pemahaman
peserta didik. Padahal belajar adalah suatu bentuk aktivitas manusia yang memerlukan
adanya motivasi untuk mencapai tujuan. Semakin tinggi motivasi yang didapat
siswa maka semakin tinggi pula keberhasilan yang akan dicapai.[10]
4. Menggunakan
ice breaking
Dalam pelajaran terkadang kita
melihat timbulnya suasana yang kurang mendukung hingga menyebabkan tidak
tercapainya tujuan dari pembelajaran. Suasana yang dimaksud adalah kaku,
dingin, atau beku sehingga pembelajaran saat itu menjadi kurang nyaman. Icebreaking
berguna untuk menaikkan kembali derajat perhatian peserta pelatihan (training).
Hal ini perlu dilakukan oleh guru karena berdasarkan hasil penelitian,
rata-rata setiap orang untuk dapat berkonsentrasi pada satu focus tertentu
hanyalah sekitar 15 menit. Setelah itu konsentrasi seseorang sudah tidak lagi
dapat memusatkan perhatian (focus).
Seorang guru harus peka ketika
melihat gejala yang menunjukkan bahwa siswa sudah tidak dapat konsentrasi lagi
dengan melakukan ice breaking agar siswa menjadi segar dan konsentrasi
kembali. Ice breaking bisa berupa yel-yel, tepuk tangan, menyanyi, gerak
dan lagu, gerak anggota badan, dan games.
5. Menggunakan
metode yang variatif
Individu adalah makhluk yang unik
memiliki kecenderungan, kecerdasan, dan gaya belajar yang berbeda-beda. Paling
tidak ada 4 gaya belajar siswa seperti yang diungkapkan Howard Gardner yaitu Auditory,
Visual, Reading dan Kinesthetic. Guru perlu menyadari bahwa siswa dalam
satu kelas memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk
mengakomodir semua siswa belajar dengan latar belakang yang berbeda tersebut guru
dapat menggunakan metode yang bervariasi.
Untuk mendukung hal tersebut beberapa
metode praktis yang dapat diterapkan antara lain :[11]
a. Every
one is a teacher here
Dalam metode ini setiap siswa sebagai
guru. Setiap siswa menuliskan sebuah pertanyaan pada selembar kertas tentang
materi pokok yang telah atau sedang dipelajari. Pertanyaan tersebut dikumpulkan
dan diacak kemudian dibagikan kembali kepada siswa. Diupayakan kertas yang
dikembalikan tersebut tidak kembali kepada yang membuat pertanyaan semula.
Kemudian siswa diminta untuk membacakan pertanyaan yang ada padanya dan
menjawabnya sesuai dengan kemampuannya selanjutnya diberikan kesempatan kepada
siswa yang lain untuk menambahkan jawabannya.
b. The
Power of two and four
Guru menetapkan satu masalah atau
pertanyaan terkait dengan materi yang telah atau sedang dipelejari. Setiap
siswa diminta memikirkan jawabannya masing-masing kemudian mencari pasangan
untuk mendiskusikannya. Setelah berdiskusi dengan pasangannya masing-masing,
siswa diminta untuk membuat kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari
4 orang. Setiap kelompok kembali mendiskusikan persoalan yang sama.
c. Card
sort
Dalam metode ini, guru menyiapkan
kartu berisi tentang materi pokok yang telah atau sedang dipelajari. Isi kartu
terdiri dari kartu induk (topic utama) dan kartu rincian. Seluruh kartu diacak
kemudian dibagikan kepada setiap siswa. Perintahkan kepada siswa untuk bergerak
mencari kartu induknya. Setelah ketemu kartu induknya, siswa secara otomatis
akan membuat kelompok sesuai dengan topik atau kartu induknya dan menyusun
rincian sesuai dengan urutannya masing-masing. Guru kemudian mengecek apakah
ada siswa yang salah masuk kelompok atau salah dalam mengurutkan rinciannya.
d. Reading
aloud
Guru memilih sebuah teks yang menarik
sesuai dengan topik pembelajaran yang dibagi dalam potongan-potongan kertas
untuk dibaca dengan keras oleh siswa secara bergantian. Ketika bacaan-bacaan
tersebut berjalan, guru menghentikan di beberapa tempat untuk menekankan
poin-poin tertentu, kemudian guru memunculkan beberapa pertanyaan, atau
memberikan contoh-contoh. Guru dapat membuat diskusi-diskusi singkat jika para
siswa menunjukkan minat dalam bagian tertentu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Profesionalisme
berasal dari kata profesi yang artinya suatu ketangkasan seseorang terhadap
bidang pekerjaan yang digelutinya. Untuk kepentingan sekolah, memiliki guru
yang profesional dan efektif merupakan kunci keberhasilan bagi proses belajar –
mengajar di sekolah itu.
2. Menurut
Mulyasa, pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu
proses pembelajaran yang didalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru
dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan. Pembelajaran menyenangkan
adalah adanya pola hubungan baik antara guru dengan siswa dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran dikatakan menyenangkan apabila di dalamnya terdapat
suasana yang rileks, bebas dari tekanan, aman, menarik, bangkitnya minat
belajar, adanya keterlibatan penuh, perhatian peserta didik tercurah,
lingkungan belajar yang menarik, bersemangat, perasaan gembira, konsentrasi
tinggi.
3. Konsentrasi
yang tinggi tidak akan terwujud jika kondisi kelas tidak nyaman. Oleh karena
itu pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan
kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar yang
demokratis memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan
tindakan belajar dan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional
dan mental dalam proses belajar, sehingga akan dapat memunculkan
kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. Demikian pula sebaliknya, prakarsa
anak untuk belajar akan mati bila kepadanya dihadapkan pada berbagai macam
aturan yang tak ada kaitannya dengan belajar. Banyaknya aturan yang sering kali
dibuat oleh pengajar dan harus ditaati oleh anak - akan menyebabkan anak selalu
diliputi rasa takut. Maka dari itulah guru professional diharapkan mampu
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan untuk membangkitkan minat belajar
peserta didik.
4. Dalam
rangka menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, beberapa hal yang harus
dilakukan oleh guru antara lain :
1) Menyapa
siswa dengan ramah dan bersemangat
2) Menciptakan
suasana rileks
3) Memotivasi
siswa
4) Menggunakan
ice breaking
5) Menggunakan
metode yang variatif, diantaranya dengan menggunakan:
a. Every
one is a teacher here;
b. The
Power of two and four;
c. Card
sort; dan
d. Reading
aloud.
B.
Saran
Semoga dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pengetahuan baru untuk penulis sendiri khususnya dan untuk pembaca
pada umumnya. Penulis sadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah
ini, maka dari itu penulis harapkan ktirik dan saran dari semua pihak untuk perbaikan
makalah kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, Asri. Belajar dan
Pembelajaran. Bumi Aksara : Jakarta. 2005.
Indrawati
dan Wawan Setiawan. Modul Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan. PPPPTKIPA. 2009.
Ismail. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem. Rasail
Media Group : Semarang. 2008.
Jihad Asep, Suyanto. Menjadi Guru Profesional. Erlangga Group : Jakarta, 2013.
Raflis Kosasi, Soetjipto. Profesi Keguruan. Rineka Cipta : Jakarta, 1999.
Rusman. Model-Model Pembelajaran. Rajawali
Pers : Jakarta. 2011.
Sadiman
Arief S., dkk. Media Pendidikan :
Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. CV Rajawali : Jakarta. 1990.
[5]
Arief S. Sadiman, dkk. Media Pendidikan :
Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. CV Rajawali : Jakarta. 1990.
h. 11
[6]
Rusman. Model-Model
Pembelajaran. Rajawali Pers : Jakarta. 2011. h. 326
[7]
Indrawati dan Wawan Setiawan. Modul
Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. PPPPTKIPA. 2009. h.
24
[8]
Asri Budiningsih. Belajar
dan Pembelajaran. Bumi Aksara : Jakarta. 2005. h. 7
[10]
Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi
Keguruan, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hlm 43- 44
[11]
Ismail. Strategi Pembelajaran
Agama Islam Berbasis Paikem. Rasail Media Group : Semarang. 2008. h. 74-88
Tidak ada komentar:
Posting Komentar