Minggu, 22 Mei 2016

guru yang menyengkan



Tugas

MENJADI GURU PROFESIONAL YANG MENYENANGKAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Profesi Keguruan
Dosen Pengampu Mata Kuliah : Dr, Tutut Sholihah, M.Pd.





Disusun Oleh:
                                                       Hartini             1301130302
                                               


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALANGKA RAYA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN PRODI TADRIS FISIKA TAHUN 2016 / 2017





]BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kesan yang selama ini terjadi bahwa siswa sering menjadi objek yang dipersalahkan ketika tidak mampu menyerap pelajaran. Sehingga berbagai predikat pun selalu diberikan kepada siswa misalnya pemalas, tidak memperhatikan pejelasan guru, nakal, bodoh, dan lain-lain. Padahal boleh jadi penyebab ketidakmampuan siswa dalam menyerap pelajaran yang diberikan bermula dari proses pembelajaran yang tidak menarik dan membosankan. Sebagai akibatnya siswa menjadi malas dan tidak tertarik terhadap materi yang disampaikan.
Sebuah pernyataan yang patut menjadi renungan bagi para guru adalah apa yang diungkapkan oleh Andi Wira Gunawan dalam buku “Genius Learning Strategy”, bahwa sesungguhnya tidak ada mata pelajaran yang membosankan, yang ada adalah guru yang membosankan, suasana belajar yang membosankan. Hal ini terjadi karena proses belajar berlangsung secara monoton dan merupakan proses perulangan dari itu ke itu juga tiada variasi. Proses belajar hanya merupakan proses penyampaian informasi satu arah, siswa terkesan pasif menerima materi pelajaran. Beranjak dari hal tersebut, sudah saatnya guru untuk merubah paradigma mengajar yang masih bersifat teacher-centred menjadi stundent-centred yang menyenangkan.
Apa lagi hal tersebut memang sudah diamanatkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas dan Peraturan Pemerintah No.19 tentang standar pendidikan nasional. Undang-undang No. 20 pasal 40 ayat 2 berbunyi “guru dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis”. Sementara Peraturan Pemerintah No.19 pasal 19 ayat 1 berbunyi “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologi siswa”. Sebenarnya sudah banyak literatur yang membahas tentang pembelajaran menyenangkan yang diistilahkan dengan kata PAKEM atau PAIKEM yang dapat digunakan oleh para guru.
Demikian pula beberapa pendekatan untuk mendukung PAKEM seperti quantum teaching, kontekstual teaching, dan active learning. Namun masih sedikit para guru yang tertarik untuk menggunakannya. Hal ini mungkin disebabkan keterbatasan waktu bagi guru untuk membaca literatur tersebut karena umumnya tebal dan lebih bersifat teoritis.
Dengan  adanya makalah ini mudah-mudahan dapat menjadi solusi yang dapat digunakan para guru untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.
B.     Rumusan Masalah
Dari penulisan makalah ini dapat di tari rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian dari profesionalisme guru?
2.      Bagaimanakah menjadi guru profesional yang menyenangkan?
3.      Bagaimanakah urgensi guru professional dengan pembelajaran yang menyenangkan?
4.      Bagaimanakah caranya menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.

C.    Tujuan Penulisan Makalah
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dapat :
1.      Untuk mengetahui pengertian dari profesionalisme guru.
2.      Untuk mengetahui bagaimana menjadi guru profesional yang menyenangkan.
3.      Untuk mengetahui urgensi guru professional dengan pembelajaran yang menyenangkan.
4.      Untuk mengetahui cara menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Profesionalisme Guru
Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu ketangkasan seseorang terhadap bidang pekerjaan yang digelutinya. Untuk kepentingan sekolah, memiliki guru yang profesional dan efektif merupakan kunci keberhasilan bagi proses belajar – mengajar di sekolah itu.  Bahkan, John Goodlad, seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat, pernah melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa peran amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajar. Penelitian itu kemudian di publikasikan dengan judul Behind The Classroom Doors, yang didalamnya dijelaskan bahwa ketika guru telah memasuki ruang kelas dan menutup pintu kelas, maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan oleh guru.[1]
            Hal tersebut sangat masuk akal, karena ketika proses pembelajaran berlangsung, guru dapat melakukan apa saja dikelas. Ia dapat tampil sebagai sosok yang menarik sehingga mampu menebarkan motivasi berperestasi.  Didalam kelas, seorang guru juga tampil sebagai sosok yang mampu membuat siswa berpikir berbeda (divergent) dengan memberikan berbagai pertanyaan yang jawabannya tidak sekedar terkait dengan faktanya. Seorang guru dikelas dapat merumuskan pertanyaan kepada siswa yang memerlukan jawaban kreatif, imajinatif- hipotesis, dan sintesis ( thoung provoking questions).[2]
            Lantas, seperti apa suatu pekerjaan dapat di sebut profesional?
C.O. Houle (1980), membuat ciri – ciri suatu pekerjaan yang disebut profesional itu sebagai berikut:[3]
1.      Harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat;
2.      Harus berdasarkan atas kompetensi individual (bukan atas dasar KKN);
3.      Memiliki sistem seleksi dan sertifikasi;
4.      Ada kerja sama dan kompetensi yang sehat antar sejawat;
5.      Adanya kesadran prefesional yang tinggi;
6.      Memiliki prinsip – prinsip etik ( kode etik);
7.      Memiliki sistem sanksi profesi;
8.      Adanya melitansi individual;
9.      Memiliki organisasi profesi.

B.       Guru Efektif
Dalam manajemen sumber daya manusia, menjadi profesional adalah tuntunan jabatan, pekerjaan, ataupun profesi. Hal ini penting yang menjadi aspek bagi sebuah profesi, yaitu sikap profesional dan kualitas kerja. Menjadi profesional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Seorang ahli, tentunya  berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi tidak semua ahli dapat berkualitas bukan hanya persoalan ahli, tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan kepribadian. Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, menjadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep integritas dan kepribadian yang dipadupadankan dengan keahliannya.[4]
            Menjadi guru profesional adalah keniscayaan. Pembelajaran efektif adalah apabila terciptanya suasana yang menimbulkan konsentrasi belajar siswa. Menurut hasil penelitian, konsentrasi yang tinggi meningkatkan hasil belajar. Profesi guru juga sangat dekat dengan integrasi dan kepribadian, bahkan identik dengan citra kemanusiaan. Ibarat sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuan yang sedang bereksperimen terhadap nasib anak manusia dan juga suatu bangsa. Jika seorang guru tidak memiliki integrasi keilmuan dan personalitas yang mumpuni, maka bangsa ini tidak akan memiliki masa depan yang baik. Semua orang mungkin bisa menjadi guru. Tetapi, menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidik perlu pendidikan, pelatihan, dan jam terbang yang memadai. Dalam konteks tersebut, menjadi guru profesional setidaknya memiliki standar minimal yaitu:
1.      Memiliki kemauan intelektual yang baik;
2.      Memiliki kemampuan memahami visi dan misi pendidikan nasional;
3.      Memiliki keahlian mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa secara efektif;
4.      Memahami konsep perkembangan psikologi anak;
5.      Memiliki kemampuan mengorganisasi proses belajar;
6.      Memiliki kreativitas dan seni mendidik.

Profesi guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh maupun mengajar. Ibaratnya  seperti sebuah lukisan yang akan dipelajari oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung pada contoh yang di berikan sang guru sebagai sosok yang digugu dan ditiru. Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakan bahwa guru memiliki integritas dan kepribadian yang baik dan benar. Hal ini sangat mendasar karena tugas guru bukan hanya mengajar tetapi juga menanamkan nilai – nilai  dasar  pengembangan karakter siswa.
            Sebagai salah satu elemen tenaga kependidikan, seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara propesional, dengan selalu berpegang teguh pada etika kerja, merdeka (bebas dari tekanan pihak lain), produktif, efektif, efisiensi, dan inovatif, serta siap melakukan pelayanan prima berdasarkan pada kaidah ilmu atau teori yang sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat dan kode etik yang regulatif.
            Selain itu, guru profesional dituntut untuk memiliki tiga kemampuan, pertama, kemampuan kongnitif, berarti guru harus menguasai materi, metode, media dan mampu merencanakan dan mengembangkan kegiatan pembelajarannya. Kedua kemampuan afektif, berarti guru memiliki akhlak yang luhur, terjaga, perilakunya sehingga ia akan mampu menjadi model yang bisa diteladani oleh siswanya. Ketiga kemampuan psikomotorik, berarti guru dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mengimplementasikan ilmu yang dimiliki dalam kehidupan sehari – hari.
                        Selain memiliki tiga kemampuan tersebut, guru profesional juga perlu melakukan pembelajaran di kelas secara efektif. Ciri – ciri guru efektif menutut Gary A. Davis dan Margaret A. Thomas ( 1989), telah mengelompokkan kedalam empat kelompok besar yaitu :
1)      Memiliki kemampuan yang terkaitan dengan iklim belajar di kelas, yang dapat dirinci lagi menjadi:
a.         Memiliki keterampilan antarpersonal, khususnya kemampuan menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan ketulusan;
b.         Memiliki hubungan baik dengan siswa;
c.         Mampu menerima, dan memperhatikan siswa secara tulus;
d.         Menunjukkan minat dan antusiasme yang tinggi dalam mengajar;
e.         Mampu menciptakan atmosfer untuk tubunya kerja sama dan kekohesifan pembelajaran;
f.          Mampu melibatkan siswa dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran;
g.         Mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi;
h.         Mampu meminimalkan friksi – friksi (perselisihan) dikelas  jika ada.
2)        Kemampuan yang terkait dengan strategis manajemen pembelajaran yang meliputi:
a.         Memiliki kemampuan untuk menghadapi dan menangani siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam proses pembelajaran;
b.         Mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk semua siswa.
3)        Memiliki kemampuan yang terkait dengan pemerian umpan balik (feedback) dan penguatan ( reinsforcement), yang meliputi :
a.       Mampu memberiakn umpan balik yang positif terhadap respons siswa;
b.      Mampu memberikan respons yang bersifat membantu terhadap siswa yang lamban belajar;
c.       Mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban siswa yang kurang memuaskan;
d.      Mampu memberikan bantuan profesional kepada siswa jika diperlukan.
4)   Memiliki kemampuan yang terkait peningkatan diri, meliputi:
a.       Mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif;
b.      Mampu memperluas dan menambah pengetahuan mengenai metode – metode pengajaran;
c.       Mampu memanfaatkan perencanaan guru secara kelompok untuk menciptakan dan mengembangkan metode pengajaran yang relevan (bersangkutan/berkaitan).

C.      Pembelajaran yang Menyenangkan
Istilah pembelajaran mengacu pada dua aktivitas yaitu mengajar dan belajar. Aktivitas mengajar berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh guru dan aktivitas belajar berkaitan dengan siswa. Hal ini seperti yang diungkap oleh Munib Chatib bahwa pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, antara guru sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Sementara Achjar Chalil mendefiniskan pembelajaran sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Sedangkan menurut Arief.S Sadiman pembelajaran adalah proses penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima pesan melalui saluran atau media tertentu.[5]
Dari ketiga definisi tersebut dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran memuat tiga unsur penting yaitu :
1. Proses yang direncanakan guru,
2. Sumber belajar,
3. dan siswa yang belajar.

Dalam konteks pembelajaran menyenangkan, siswa lebih diarahkan untuk memiliki motivasi tinggi dalam belajar dengan menciptakan situasi yang menyenangkan dan menggembirakan. Menurut Mulyasa, pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu proses pembelajaran yang didalamnya terdapat suatu kohesi (ruang terima) yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan. Pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubungan baik antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Guru memosisikan diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam hal tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari siswanya. Dalam hal ini perlu diciptakan suasana yang demokratis dan tidak ada beban, baik guru maupun siswa dalam melakukan proses pembelajaran.[6]
Pembelajaran dikatakan menyenangkan apabila di dalamnya terdapat suasana yang rileks, bebas dari tekanan, aman, menarik, bangkitnya minat belajar, adanya keterlibatan penuh, perhatian peserta didik tercurah, lingkungan belajar yang menarik, bersemangat, perasaan gembira, dan dapat berkonsentrasi tinggi. Sementara sebaliknya pembelajaran menjadi tidak menyenangkan apabila suasana tertekan, perasaan terancam, perasaan menakutkan, merasa tidak berdaya, tidak bersemangat, malas/tidak berminat, jenuh/bosan, suasana pembelajaran monoton, pembelajaran tidak menarik siswa.[7]

D.    Urgensi Pembelajaran yang Menyenangkan
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Pembelajaran efektif adalah apabila terciptanya suasana yang menimbulkan konsentrasi belajar siswa. Menurut hasil penelitian, konsentrasi yang tinggi meningkatkan hasil belajar. Dalam penelitian mengenai otak dan pembelajaran megungkapkan fakta yang mengejutkan, yaitu apabila sesuatu dipelajari sungguh-sungguh (dimana perhatian yang tinggi dari seorang tercurah) maka struktur system syaraf kimiawi seseorang berubah. Di dalam diri seseorang tercipta hal-hal baru seperti jaringan syaraf baru, jalur elektris baru, asosiasi baru, dan koneksi baru.
Tentu saja konsentrasi yang tinggi tidak akan terwujud jika kondisi kelas tidak nyaman. Oleh karena itu pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar yang demokratis memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan tindakan belajar dan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional dan mental dalam proses belajar, sehingga akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. [8]
Demikian pula sebaliknya, prakarsa anak untuk belajar akan mati bila kepadanya dihadapkan pada berbagai macam aturan yang tak ada kaitannya dengan belajar. Banyaknya aturan yang sering kali dibuat oleh pengajar dan harus ditaati oleh anak - akan menyebabkan anak selalu diliputi rasa takut. Lebih jauh lagi, anak akan kehilangan kebebasan berbuat dan melakukan control diri. Apa yang terjadi bila anak selalu dikuasai oleh rasa takut. Anak akan mengembangkan pertahanan diri (defence mechanism), sehingga yang dipelajari bukanlah pesan-pesan pembelajaran, melainkan cara-cara untuk mempertahankan diri mengatasi rasa takut. Anak-anak demikian tidak akan mengalami growth in learning, dan akan selalu menyembunyikan ketidakmampuannya. [9]
Selama ini sebagian guru atau sekolah masih terperangkap dalam tradisi yang mengukung kreatifitas siswa. Seperti kebiasaan yang selalu dilakukan oleh suatu sekolah ketika guru masuk kelas, dimana ketua kelas memberikan aba-aba dengan kata-kata DUDUK YANG RAPIH, TANGAN DI MEJA, MULUT DIKUNCI. Memang sepintas kebiasaan tersebut terlihat baik karena suasana kelas menjadi hening dan tidak gaduh, tetapi suasana tersebut mempengaruhi keleluasaan siswa dalam berekspresi dan mengemukakan pendapat. Siswa menjadi takut dan lebih banyak menerima dari guru ketimbang aktif mencari. Para guru merasa sukses mengajar jika para siswanya memperhatikan dengan seksama penjelasan sang guru, serius, dan tidak ngobrol.



E.       Menciptakan Pembelajaran yang Menyenangkan
Dalam rangka menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru antara lain :
1.      Menyapa siswa dengan ramah dan bersemangat
Menciptakan awal yang berkesan adalah penting karena akan mempengaruhi proses selanjutnya. Jika awalnya baik, menarik, dan memikat, maka proses pembelajaran akan lebih hidup dan menggairahkan. Oleh karena itu selalu awali kegiatan pembelajaran dengan memberikan sapaan hangat kepada siswa, misalnya “anak-anak senang bertemu kalian hari ini, kalian adalah anak-anak bapak atau/ibu yang hebat”. Karena sapaan hangat dan raut wajah cerah memantulkan energy positif yang dapat mempegaruhi semangat para siswa. Kita dapat bayangkan jika seorang guru ketika memulai pembelajaran dengan raut muka ruwet, tidak senyum, penampilan kusut, tentu saja suasana kelas menjadi menegangkan dan menakutkan.
2.      Menciptakan suasana rileks
Ciptakanlah lingkungan yang rileks, yaitu dengan menciptakan lingkungan yang nyaman. Oleh karena itu aturlah posisi tempat duduk secara berkala sesuai keinginan siswa. Bisa memakai format U, lingkaran, Cevron, dan lain-lain. Selain itu, ciptakanlah suasana kelas dimana siswa tidak takut melakukan kesalahan. Untuk menanamkan keberanian kepada siswa dalam mengemukakan pendapat atau menjawab pertanyaan, katakan kepada siswa jika jawabannya salah katakan “KAN LAGI BELAJAR”. Karena sedang belajar, maka kesalahan adalah suatu yang lumrah dan tidak berdosa.
3.      Memotivasi siswa
Motivasi adalah sebuah konsep utama dalam banyak teori pembelajaran. Motivasi ini sangatlah dikaitkan dengan dorongan, perhatian, kecemasan, dan umpan balik/penguatan. Adanya dorongan dalam diri individu untuk belajar bukan hanya tumbuh dari dirinya secara langsung, tetapi bisa saja karena rangsangan dari luar, misalnya berupa stimulus model pembelajaran yang menarik memungkinkan respon yang baik dari diri peserta didik yang akan belajar. Respon yang baik tersebut, akan berubah menjadi sebuah motivasi yang tumbuh dalam dirinya, sehingga ia merasa terdorong untuk mengikuti proses pembelajaran dengan penuh perhatian dan antusias. Apabila dalam diri peserta didik telah tumbuh respon, hingga termotivasi untuk belajar, maka tujuan belajar akan lebih mudah dicapai. Peserta didik yang antusias dalam proses pembelajaran memiliki kecenderungan berhasil lebih besar dibanding mereka yang mengikuti proses dengan terpaksa atau asal-asalan. Kebanyakan pendidik mengajar hanya untuk mengejar target tanpa memperdulikan pemahaman peserta didik. Padahal belajar adalah suatu bentuk aktivitas manusia yang memerlukan adanya motivasi untuk mencapai tujuan. Semakin tinggi motivasi yang didapat siswa maka semakin tinggi pula keberhasilan yang akan dicapai.[10]
4.      Menggunakan ice breaking
Dalam pelajaran terkadang kita melihat timbulnya suasana yang kurang mendukung hingga menyebabkan tidak tercapainya tujuan dari pembelajaran. Suasana yang dimaksud adalah kaku, dingin, atau beku sehingga pembelajaran saat itu menjadi kurang nyaman. Icebreaking berguna untuk menaikkan kembali derajat perhatian peserta pelatihan (training). Hal ini perlu dilakukan oleh guru karena berdasarkan hasil penelitian, rata-rata setiap orang untuk dapat berkonsentrasi pada satu focus tertentu hanyalah sekitar 15 menit. Setelah itu konsentrasi seseorang sudah tidak lagi dapat memusatkan perhatian (focus).
Seorang guru harus peka ketika melihat gejala yang menunjukkan bahwa siswa sudah tidak dapat konsentrasi lagi dengan melakukan ice breaking agar siswa menjadi segar dan konsentrasi kembali. Ice breaking bisa berupa yel-yel, tepuk tangan, menyanyi, gerak dan lagu, gerak anggota badan, dan games.
5.      Menggunakan metode yang variatif
Individu adalah makhluk yang unik memiliki kecenderungan, kecerdasan, dan gaya belajar yang berbeda-beda. Paling tidak ada 4 gaya belajar siswa seperti yang diungkapkan Howard Gardner yaitu Auditory, Visual, Reading dan Kinesthetic. Guru perlu menyadari bahwa siswa dalam satu kelas memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk mengakomodir semua siswa belajar dengan latar belakang yang berbeda tersebut guru dapat menggunakan metode yang bervariasi.
Untuk mendukung hal tersebut beberapa metode praktis yang dapat diterapkan antara lain :[11]
a.       Every one is a teacher here
Dalam metode ini setiap siswa sebagai guru. Setiap siswa menuliskan sebuah pertanyaan pada selembar kertas tentang materi pokok yang telah atau sedang dipelajari. Pertanyaan tersebut dikumpulkan dan diacak kemudian dibagikan kembali kepada siswa. Diupayakan kertas yang dikembalikan tersebut tidak kembali kepada yang membuat pertanyaan semula. Kemudian siswa diminta untuk membacakan pertanyaan yang ada padanya dan menjawabnya sesuai dengan kemampuannya selanjutnya diberikan kesempatan kepada siswa yang lain untuk menambahkan jawabannya.
b.      The Power of two and four
Guru menetapkan satu masalah atau pertanyaan terkait dengan materi yang telah atau sedang dipelejari. Setiap siswa diminta memikirkan jawabannya masing-masing kemudian mencari pasangan untuk mendiskusikannya. Setelah berdiskusi dengan pasangannya masing-masing, siswa diminta untuk membuat kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang. Setiap kelompok kembali mendiskusikan persoalan yang sama.
c.       Card sort
Dalam metode ini, guru menyiapkan kartu berisi tentang materi pokok yang telah atau sedang dipelajari. Isi kartu terdiri dari kartu induk (topic utama) dan kartu rincian. Seluruh kartu diacak kemudian dibagikan kepada setiap siswa. Perintahkan kepada siswa untuk bergerak mencari kartu induknya. Setelah ketemu kartu induknya, siswa secara otomatis akan membuat kelompok sesuai dengan topik atau kartu induknya dan menyusun rincian sesuai dengan urutannya masing-masing. Guru kemudian mengecek apakah ada siswa yang salah masuk kelompok atau salah dalam mengurutkan rinciannya.
d.      Reading aloud
Guru memilih sebuah teks yang menarik sesuai dengan topik pembelajaran yang dibagi dalam potongan-potongan kertas untuk dibaca dengan keras oleh siswa secara bergantian. Ketika bacaan-bacaan tersebut berjalan, guru menghentikan di beberapa tempat untuk menekankan poin-poin tertentu, kemudian guru memunculkan beberapa pertanyaan, atau memberikan contoh-contoh. Guru dapat membuat diskusi-diskusi singkat jika para siswa menunjukkan minat dalam bagian tertentu.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu ketangkasan seseorang terhadap bidang pekerjaan yang digelutinya. Untuk kepentingan sekolah, memiliki guru yang profesional dan efektif merupakan kunci keberhasilan bagi proses belajar – mengajar di sekolah itu.
2.      Menurut Mulyasa, pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu proses pembelajaran yang didalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan. Pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubungan baik antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan menyenangkan apabila di dalamnya terdapat suasana yang rileks, bebas dari tekanan, aman, menarik, bangkitnya minat belajar, adanya keterlibatan penuh, perhatian peserta didik tercurah, lingkungan belajar yang menarik, bersemangat, perasaan gembira, konsentrasi tinggi.
3.      Konsentrasi yang tinggi tidak akan terwujud jika kondisi kelas tidak nyaman. Oleh karena itu pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar yang demokratis memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan tindakan belajar dan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional dan mental dalam proses belajar, sehingga akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. Demikian pula sebaliknya, prakarsa anak untuk belajar akan mati bila kepadanya dihadapkan pada berbagai macam aturan yang tak ada kaitannya dengan belajar. Banyaknya aturan yang sering kali dibuat oleh pengajar dan harus ditaati oleh anak - akan menyebabkan anak selalu diliputi rasa takut. Maka dari itulah guru professional diharapkan mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan untuk membangkitkan minat belajar peserta didik.
4.      Dalam rangka menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru antara lain :
1)      Menyapa siswa dengan ramah dan bersemangat
2)      Menciptakan suasana rileks
3)      Memotivasi siswa
4)      Menggunakan ice breaking
5)      Menggunakan metode yang variatif, diantaranya dengan menggunakan:
a.   Every one is a teacher here;
b.   The Power of two and four;
c.    Card sort; dan
d.   Reading aloud.

B.     Saran
Semoga dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan baru untuk penulis sendiri khususnya dan untuk pembaca pada umumnya. Penulis sadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis harapkan ktirik dan saran dari semua pihak untuk perbaikan makalah kedepannya.








DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran. Bumi Aksara : Jakarta. 2005.


Indrawati dan Wawan Setiawan. Modul Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. PPPPTKIPA. 2009.


Ismail. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem. Rasail Media Group : Semarang. 2008.

Jihad Asep, Suyanto. Menjadi Guru Profesional. Erlangga Group : Jakarta, 2013.

Raflis  Kosasi, Soetjipto. Profesi Keguruan. Rineka Cipta : Jakarta, 1999.


Rusman. Model-Model Pembelajaran. Rajawali Pers : Jakarta. 2011.


Sadiman Arief  S., dkk. Media Pendidikan : Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. CV Rajawali : Jakarta. 1990.









[1] Suyanto dan Asep Jihad. Menjadi Guru Profesional. Erlangga Group : Jakarta, 2013 , h. 1
[2] Ibid. h. 2
[3] Ibid. h. 3
[4] Ibid. h. 4
[5] Arief  S. Sadiman, dkk. Media Pendidikan : Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. CV Rajawali : Jakarta. 1990. h. 11
[6] Rusman. Model-Model Pembelajaran. Rajawali Pers : Jakarta. 2011. h. 326
[7] Indrawati dan Wawan Setiawan. Modul Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. PPPPTKIPA. 2009. h. 24
[8] Asri Budiningsih. Belajar dan Pembelajaran. Bumi Aksara : Jakarta. 2005. h. 7
[9] Ibid. h. 8
[10] Soetjipto dan Raflis  Kosasi, Profesi Keguruan, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hlm 43- 44

[11] Ismail. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem. Rasail Media Group : Semarang. 2008. h. 74-88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar